SEJARAH MADRASAH
DINIYAH DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu: Drs, H. Mat Solikhin, M.ag
Disusun
Oleh :
1. M.
Rizal ( 1403036028
)
2. Wildan
Haris Lesmana ( 1403036029 )
FAKULTAS
ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia kini sedang
berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat
Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Masa
demokrasi telah Melahirkan berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak
jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan
mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa
depan.
Kita memerlukan suatu perubahan
paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata
kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain
ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Mencermati realitas sosial
pendidikan Islam untuk Saat ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan pada
institusi pendidikan
Islam.
Sebelum lahirnya UU sisdikdas No. 20
tahun 2003, Madrasah Diniyah dikenal sebagai Madrasah yang mempunyai peran melengkapi dan menambah Pendidikan Agama bagi
anak-anak yang bersekolah di sekolah-sekolah umum pada pagi hingga siang hari,
kemudian pada sore harinya mereka mengikuti pendidikan agama di Madrasah
diniyah. Tumbuh Kembangnya Madrasah Diniyah ini di latarbelakangi oleh keresahan sebahagian orang tua siswa, yang
merasakan pendidikan agama di sekolah umum kurang memadai untuk mengantarkan
anaknya untuk dapat melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan yang diharapkan.
berangkat dari kebutuhan masyarakat akan jenis lembaga seperti inilah Madrasah
Diniyah tetap dapat bertahan. Walaupun hingga Saat ini Madrasah diniyah kurang
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, baik pemenuhan anggaran maupun
bantuan Ketenagaan, Namun Peran Penting Madrasah Diniyah merupakan hal yang
sangat penting dalam sistem pendidikan yang harus dipikirkan bersama.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1)
Bagaimana
sejarah madrasah diniyah di Indonesia?
2)
Bagaimana
eksistensi madrasah diniyah di Indonesia?
3)
Apa
kurikulum yang digunakan madrasah diniyah?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Madrasah Diniyah di Indonesia
Madrasah diniyah dilihat dari
stuktur bahasa arab berasal
dari dua kata madrasah dan al-din.
Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa yang berarti belajar.
Jadi madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-din dimaknai dengan
makna keagamaan. Dari dua stuktur kata yang dijadikan satu tersebut, madrasah
diniyah berarti tempat belajar masalah keagamaan, dalam hal ini agama Islam.[1]
Pengertian madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya tempat belajar.
Padanan madrasah dalam bahasa indonesia adalah sekolah, lebih dikhususkan lagi
Perkataan madrasah di tanah arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum,
tetapi di indonesia ditujukan buat sekolah-sekolah yang mata pelajaran dasarnya
adalah mata pelajaran agama islam.sekolah-sekolah agama. Dalam Shorter
Encyclopedia Of Islam, madrasah diartikan : Name of an institution where
the Islamic science are studied.
Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulumnya dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu:
1. Madrasah Diniyah
Madrasah diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan
ilmu-ilmu agama (diniyah). Madrasah ini di maksudkan sebagai lembaga pendidikan
agama yang disediakan bagi siswa belajar di sekolah umum.
Madrasah ini terbagi menjadi tiga jenjang pendidikan:
a)
Madrasah
Diniyah awaliyah untuk siswa-siswa sekolah dasar (4 tahun)
b)
Madrasah
Diniyah Wustha untuk siswa-siswa sekolah lanjutan pertama (3 tahun)
c)
Madrasah
Diniyah ‘Ulya untuk siswa-siswa sekolah lanjutan atas (3 tahun)
Madrasah ini dibentuk dengan keputusan menteri agama, materi yang
diajarkan seluruhnya adalah ilmu-ilmu agama. Madrasah ini merupakan sekolah
tambahan bagi siswa yang bersekolah di sekolah umum. Para orang tua memasukkan
anaknya ke madrasah ini agar anaknya mendapat tambahan pendidikan agama, karena
disekolah umum dirasakan masih sangat kurang.
Ijazah madrasah ini tidak memiliki civil effect, karena itu orang
tua murid maupun pelajar sendiri tidak begitu mementingkannya. Jam belajarnya
dilaksanakan pada sore hari bagi siswa sekolah umum yang belajar di waktu pagi
hari, dan belajar pagi hari untuk mereka yang sekolah umum di waktu sore hari.
2.
Madrasah
Sekolah yang berciri khas islam. Madrasah ini terdiri dari tingkatan
madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah. Programnya sama
dengan sekolah, hanya saja diberikan bobot pendidikan agama yang lebih banyak
dibanding dengan sekolah negeri.
3. Madrasah Keagamaan
Madrasah pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penguasaan
pengetahuan khusus siswa tentang ajaran agama yang bersangkutan.[2]
Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur
luar sekolah yang diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama
Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan
melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu: Madrasah
Diniyah Awaliyah, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar
selama selama 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu,
Madrasah Diniyah Wustho, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat
menengah pertama sebagai pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah
Diniyah Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam
belajar 18 jam pelajaran seminggu dan Madrasah Diniyah Ulya, dalam
menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan
dan mengembangkan pendidikan Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2 (dua)
tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam per minggu.[3]
Kesadaran Masyarakat Islam akan
pentingnya Pendidikan Agama telah membawa kepada arah pembaharuan dalam
Pendidikan. Salah satu Pembaharuan Pendidikan Islam di indonesia di tandai
dengan lahirnya beberapa Madrasah.
Pendidikan
Islam diadakan di surau-surau dengan tidak berkelas kelas dan tiada pula
memakai bangku, meja dan papan tulis, hanya duduk bersela saja.
Kemudian
mulailah perubahan sedikit demi sedikit sampai sekarang. Pendidikan Islam yang
mula-mula berkelas dan memakai bangku, meja dan papan tulis, ialah Sekolah
Adabiyah (Adabiyah School) di Padang.
Madrasah
(sekolah agama) yang pertama di minangkabau, bahkan di seluruh Indonesia,
karena tidak ada madrasah yang lebih dahulu didirikan dari Madrasah Adabiyah
itu.
Adabiyah itu
didirikan oleh Almarhum Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Adabiyah itu
hidup sebagai madrasah (sekolah agama) sampai tahun 1914. Tetapi kemudian
diubah menjadi H.I.S. Adabiyah pada tahun 1915. Itulah H.I.S Adabiyah itu telah
menjadi Sekolah Rakyat dan S.M.P
Usaha
mengadakan perubahan itu diikuti oleh almarhum Syekh H.M Thaib Umar yang
mendirikan sekolah Agama di batu Sangkar pada tahun 1909 itu juga, tetapi
madarasah itu tidak lama hidupnya.
Pada tahun 1910
Syekh H.M Thaib Umar mendirikan sekolah agama di sungayang (daerah batu
sangkar) dengan nama Madras School (Sekolah Agama)
Madras School itu berjalan dengan baik dan hanya diadakan satu kelas saja, sebagai
tangga untuk mengaji kitab-kitab besar menurut sistem halaqoh. Pada tahun 1913
Madras School itu terpaksa ditutup, karena kekurangan tempat. Kemudian dibangun
kembali oleh Mahmud Yunus pada tahun 1918 dan berjalan dengan lancar. Pada
tahun 1923 ditukar namanya dengan Al-Jami’ah Islamiyah pada tahun 1931 dan
masih hidup sampai sekarang dengan nama Al-Didayah Islamiyah dan
S.M.P.I./P.G.A.P.[4]
Pada tahun 1915 Zainuddin Labai al Yunusi mendirikan Diniyah School
(Madrasah Diniyah) di padang panjang. Madrasah ini mendapat perhatian besar
dari masyarakat minang kabau. Setelah itu tersebarlah madrasah-madrasah pada
beberapa kota dan desa minang kabau khususnya, di indonesia umumnya. (Yunus,
1979:63).[5]
Umumnya
madrasah-madrasah Diniah itu mempunyai 7 kelas dari kelas 1-7 (seperti H.I.S.
Belanda). Hanya di desa-desa yang tidak cukup gurunya mempunyai 4 atau 5 kelas
saja, untuk kelas 6 dan 7, murid-murid meneruskannya ke madrasah-madrasah besar
yang cukup kelas-kelasnya sampai 7 kelas.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan di madrasah-madrasah itu masih melulu ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab
(pasif), seperti di surau-surau juga. Dan ditambah dengan tarikh Islam, akhlak
dan sedikit ilmu bumi. Hanya madrasah-madrasah itu memakai kitab-kitab baru
yang dikarangkan oleh ulama Mesir untuk sekolah-sekolah Mesir, sedangkan untuk
kelas-kelas yang rendah dipakai kitab-kitab karangan almarhum Zainuddin Labai
Al-Yunusi dan guru agama yang lain. Tetapi di surau-surau masih tetap memakai
kitab-kitab yang lama juga.
Pada masa
almarhum Zainuddin Labai Al-Yunusi, madrasah-madrasah Diniah itu mendapat
kemajuan yang pesat sekali, sehingga banyak cabang-cabangnya pada beberapa
negeri. Begitu juga beberapa tahun sesudah wafatnya. Waktu itu (tahun 1922)
didirikan perkumpulan murid-murid Diniah School seluruh Minang Kabau dengan
nama: Persatuan Murid-Murid Diniah School (P.M.D.S), yang berpusat di Padang
Panjang
Madrasah-madrasah
itu telah mulai memakai kitab-kitab baru yaitu kitab-kitab pelajaran di
sekolah-sekolah mesir, seperti kitab Durusun Nahwiyah, jus 1-3 dan Qowa’idul –
Lughah ‘Arabiah, sebagai ganti Ajrumiah, Syekh Khalild, Azhari dan sebagainya.
Bahkan ada juga dipakai buku ilmu bumi Mesir untuk sekolah Ibtidaiyah. Padahal
buku itu, hanya sesuai untuk anak-anak Mesir dan tak sesuai untuk anak-anak
Indonesia. Hanya boleh dibaca buku itu untuk belajar istilah-istilah ilmu bumi
dalam bahasa Arab.
Waktu belajar
ada yang pagi hari dan ada juga petang hari, bahkan tengah hari, terutama di
madrasah-madrasah yang banyak murid-muridnya sehingga terpaksa diadakan
pelajaran tiga kali sehari.
1. Dari pukul 7 – 10 Pagi
2. Dari pukul 10 – 1 Dzuhur
3. Dari pukul 2 – 5 Sore
Madrasah diniyah Putri yang didirikan oleh Rangkayo Rahmah El Yunusiah
tahun 1923.[6] Dalam sejarah, Keberadaaan Madrasah diniyah di awali lahirnya Madrasah
Awaliyah telah hadir pada masa Penjajahan Jepang dengan pengembangan secara
luas. Majelis tinggi Islam menjadi penggagas sekaligus penggerak utama
berdirinya Madrasah-Madrasah Awaliyah yang diperuntukkan bagi anak-anak
berusia minimal 7 tahun. Program Madrasah Awaliyah ini lebih ditekankan pada
pembinaan keagamaan yang diselenggarakan sore hari.[7]
B.
Eksistensi
Madrasah Diniyah
Salah satu pendidikan keagamaan yang
berkembang di masyarakat adalah Madrasah Diniyah. Pendidikan ini merupakan
evolusi dari sistem belajar yang dilaksanakan di pesantren salafiyyah. Dengan
berkembangnya zaman sehingga pendidikan Madrasah Diniyah mengalami perubahan
yaitu dengan menggunakan sistem klasikal yang di dalamnya tidak hanya sekedar
membaca al-Qur'an dan ilmu dasar agama, tetapi meliputi ilmu-ilmu ke-Islaman
lainnya. Dalam PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan pada
pasal 15 menyebutkan bahwa pendidikan diniyah formal menyelenggarakan
pendidikan ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pendidikan formal atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil
pendidikan formal keagamaan atau umum atau kejuruan setelah lulus ujian yang
diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjukkan oleh
pemerintah.
Berpijak dari
latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
posisi pendidikan Madrasah Diniyah sebelum PP No. 55 tahun 2007, kemungkinan
posisi Madrasah Diniyah menurut PP No. 55 tahun 2007 dan kemungkinan implikasi
PP No. 55 tahun 2007 terhadap perkembangan Madrasah Diniyah.
Ditemukan bahwa Madrasah Diniyah non
formal memperbaharui mutu pendidikannya agar bisa menjadi seperti
sekolah-sekolah formal pada umumnya. Dalam ujian Madrasah Diniyah formal wajib
memasukkan pelajaran umum yang sekiranya dapat dijadikan tolak ukur sekolah pada
umumnya agar bisa melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dengan
hanya menggunakan ijazah pendidikan madrasah formal dapat melanjutkan ke
sekolah yang lebih tinggi.[8]
C.
Kurikulum yang digunakan Madrasah Diniyah
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan
dan Peraturan pemerintah no 73 Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari
system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar
sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama. Madarsah
Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang
dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai
pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama.[9]
Oleh karena
itu, Menteri Agama dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai
tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun
demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan untuk mengembangkan isi
pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan
lingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga
tingkatan yakni: Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah Diniah
Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2 tingkatan).
Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang berasal
dari sekolah Dasar dan SMP serta SMU.[10]
Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
1. Melayani warga belajar dapat
tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan
martabat dan mutu kehidupanya.
2. Membina warga belajar agar
memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperluakan untuk
mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau
jenjang yang lebih tinggi
3. Memenuhi kebutuhan belajar
masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah
Untuk menumbuh kembangkan ciri madrasah
sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, maka tujuan madrasah diniyah
dilengkapi dengan “memberikan bekal kemampuan dasar dan keterampilan dibidang
agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota
masyarakat dan warga Negara”.
Dalam
program pengajaran ada beberapa bidang studi yang diajarkan seperti.[11]
1. Al-Qur’an
Hadits
2. Aqidah
Akhlak
3. Fiqih
4. Sejarah
Kebudayaan Islam
5. Bahasa Arab
6. Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri
diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung
dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak berfungsi untuk
memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar meneladani kepribadian
nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun
Iman sebagai pedoman berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia dengan alam
sekitar, Mata pelajaran Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing,
mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat
Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat
memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW dan
sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang pemahaman
santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan
hubungan antar bangsa degan pendekatan komunikatif. Dan praktek ibadah
bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada
dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu, pengembangannya
dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor Wilayah/Depag Propinsi dan
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan
pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan tersebut ialah tidak
menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara
umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang
berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah saya ini adalah sebagai berikut:
Madrasah diniyah adalah salah satu
lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam pengembangan
pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang merupakan lembaga yang
memiliki paying hokum yang legal tentunya kurikulum sudah diset oleh pemerintah
yang tentu tidak secara baku. Dalam artian pelaksana pendidikan bisa
mengekplorasi pembelajaran yang bersipat penyesuaian dengan lingkungannya.
Penyesuaian kurikulum itu akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua
tingkatan: ula (awal), wusto (menangah), hingga ala (atas).
B. Saran
Setelah menelaah dan memahami materi yang kita bahas dan berdasarkan
kesimpulan diatas maka penulis ingin memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Agar mendapat pengetahuan tentang
langkah-langkah penelitian ilmiah
2. Mampu kelak mengimplimentasi ilmu yang ada
kedalam penelitian
Demikianlah makalah
ini penulis susun dalam mata kuliah Metode
Penelitian Pendidikan
Islam, dan semoga makalah ini menjadi penambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca.
Penulis juga merasa memerlukan kritik dan saran dari para pembaca untuk
perbaikan dikemudian hari. Mudah-mudahan Allah SWT. Senantiasa memberikan
berkah dan manfaat dari makalah ini bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Headri. Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan
Madrasah diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2004)
Daulay, Haidar Putra. Historisitas dan
Eksistensi Pesantren, Sekolah Dan Madrasah, (Yogyakarta:
Tiara Wacaya, 2001)
Departemen
Agama, Sejarah Perkembangan Madrasah, Direktorat
Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998
Yuhus, Mahmud. Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 1979)
Maksum, Madrasah
Sejarah Dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
http://www.librarystainponorogo.net/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=stainpress-11111-emiriezkyu-237, Diakses tanggal 25 April 2015 pada pukul 01.37 WIB
Pendidikan dan
Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3
Abdullah, Mal An
dkk. Laporan Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan
Diniyah
Saha, M. Ishom. Dinamika
Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal
(Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005)
[1] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan
Madrasah diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), hal. 14
[2] Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi
Pesantren, Sekolah Dan Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacaya, 2001), hal. 59
[3] Departemen Agama, Sejarah
Perkembangan Madrasah, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 1998, hal. 30
[4]
Mahmud Yuhus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1979) hal. 63-66
[5]
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal.
33
[6]
Maksum, Madrasah Sejarah Dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999), hal. 104
[8] http://www.librarystainponorogo.net/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=stainpress-11111-emiriezkyu-237, Diakses
tanggal 25 April 2015 pada pukul 01.37 WIB
[9] Pendidikan dan Peraturan
pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3, Pasal 22 ayat 3
[10] Mal An Abdullah dkk, Laporan
Penelitian, Studi Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah,
hal. 4
[11] M. Ishom Saha, Dinamika
Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Nonformal
(Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005), hal. 42